Minggu, 28 Desember 2014

Kajian Teori Makalah Model Penyajian Enactive, Iconic dan Symbolic untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Anak Tunagrahita Ringan

Dibawah ini adalah kajian teori makalah dalam rangka pengerjaan tugas Kajian Masalah Pendidikan Matematika. Selamat Membaca.. 


A.    Teori Belajar Bruner (Enactive, Iconic, Symbolic)
     Bruner adalah seorang profesor psikologi di Harvard University 1952-1972 dan di Oxford University 1972-1980. la menghabiskan waktunya di New York University School of Law dan New School For Social Research di New York City. Lebih 45 tahun Bruner menekuni psikologi kognitif sebagai suatu alternatif teori behavioristik dalam psikologi sejak pertengahan abad 20. Pendekatan kognitif Bruner menjadikan reformasi pendidikan di Amerika Serikat dan juga di Inggris. Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni:
1.    Fase informasi
   Fase informasi adalah fase awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan pengetahuan yang lama, baik berupa informasi yang memperdalam dan memperhalus pengetahuan ataupun informasi yang bertentangan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
2.    Fase transformasi
  Fase transformasi adalah fase memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, sehingga dapat digunakan secara luas.
3.    Fase evaluasi (pengkajian pengetahuan)
   Fase evaluasi (pengkajian pengetahuan) adalah fase dalam menilai informasi manakah yang dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain dan juga sebagai fase untuk mengetahui apakah hasil tranformasi benar atau salah.
    Selain memperkenalkan fase proses belajar, Bruner juga membagi proses belajar dalam tiga tahapan. Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu tahap enactive, iconic and symbolic. 
   Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya.
   Hal tersebut adalah tahapan proses belajar menurut teori belajar Bruner yang menjadi suatu model pembelajaran, yakni model enactive, iconic and symbolic. Tahapan proses belajar tersebut adalah:
1.    Tahap enactive; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung berupa benda-benda konkrit atau situasi nyata.
2.    Tahap iconic; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
3.    Tahap symbolic; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian iconic ke penggunaan penyajian symbolic yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebihfleksibel.
   Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Serupa dengan tahapan proses belajar yang dikemukakannya, menurut Bruner perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu enactive (0-2 tahun), iconic (2-4 tahun), dan symbolic (5-7 tahun).
1.    Tahap enactive (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
2.    Tahap iconic (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi)
3.    Tahap symbolic (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.
   Berdasarkan teori belajar Bruner tersebut, muncul suatu model penyajian pembelajaran yang diadaptasi dari tahapan fase belajar, yaitu model penyajian pembelajaran enactive, iconic and symbolic.
Selain itu, Piaget, Bruner dan Dienes juga mengkarakteristikkan tingkat perkembangan anak sedikit berbeda, tetapi secara keseluruhan, mereka mengajukan kerangka yang sangat sama. Dari sebuah penelitian yang dilakukan secara mendalam dari kerangka ini, dihasilkan empat observasi penting tentang bagaimana anak belajar, yaitu:
1.    Karakteristik yang bermacam-macam dan tahapan-tahapan yang dapat diidentifikasi itu ada dan anak-anak akan melalui tahapan-tahapan tersebut tersebut saat mereka tumbuh dan dewasa
2.    Pelajar secara aktif terlibat langsung dalam proses belajar
3.    Pembelajaran berjalan dari hal konkrit ke abstrak
4.    Pelajar memerlukan kesempatan untuk menjelaskan atau mengkomunikasikan ide mereka kepada orang lain.
Dengan demikian, perkembangan tahapan belajar anak adalah suatu hal sangat penting untuk diperhatikan, karena akan menjadi dasar dalam pengembangan proses pembelajarannya.
B.     Kemampuan Pemahaman Matematis
    Pemahaman merupakan terjemahan istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut Michener (Herdian, 2010:1) menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: 1) objek itu sendiri; 2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; 3) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; 4) relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis; 5) relasi dengan objek dalam teori lainnya.
     Selain itu, terdapat beberapa jenis pemahaman menurut beberapa ahli, yaitu:
1.    Polya, membedakan empat jenis pemahaman:
a.  Pemahaman mekanikal, yaitu  dapat mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana.
b.    Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.
c.    Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu.
d.   Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.
2.   Polattsek, membedakan dua jenis pemahaman:
a. Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b.  Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
3.   Copeland, membedakan dua jenis pemahaman:
a.    Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/algoritmik.
b.    Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya.
4.   Skemp, membedakan dua jenis pemahaman:
a. Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b.  Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
   Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham diartikan sebagai benar (akan), tahu benar (akan); pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Pemahaman adalah kemampuan kognitif setingkat di atas pengetahuan, dengan kata lain pengertian yang memadai tentang sesuatu, berbuat lebih daripada mengingat, dapat menangkap suatu makna, dan menjelaskan makna atau ide pokok dengan menggunakan yang telah dipahami sebelumnya. Sedangkan Pemahaman matemtis adalah salah satu kompetensi matematika yang harus dimiliki oleh siswa setelah proses pembelajaran. Pemahaman matematis merupakan salah satu kompetensi matematika yang penting dan harus dimiliki oleh siswa.
C.    Tunagrahita
1.   Pengertian
  Pendidikan berhak didapatkan oleh semua orang, termasuk anak berkebutuhan khusus atau ABK. Penamaan ABK ini  menandakan adanya kelainan khusus yang memiliki karakteristik berbeda antara satu dengan yang lainnya.
   ABK terdiri atas beberapa kategori (Somantri, 2006:65-193), yaitu:
1. Kategori cacat A (tunanetra) ialah anak dengan gangguan penglihatan
2.Kategori cacat B (tunawicara dan tunarungu) ialah anak dengan gangguan bicara dan gangguan pendengaran. Kategori ini dijadikan satu karena biasanya antara gangguan bicara dan gangguan pendengaran terjadi dalam satu keadaan
3.Kategori cacat  C (tunagrahita) ialah anak dengan gangguan intelegensi rendah atau perkembangan kecerdasan yang terganggu
4.Kategori cacat D (tunadaksa) ialah anak dengan gangguan pada tulang dan otot yang mengakibatkan terganggunya fungsi motorik
5.Kategori cacat tunalaras ialah anak dengan gangguan tingkah laku sosial yang menyimpang
6.Kategori anak berbakat ialah anak dengan keunggulan dan kemampuan berlebih (IQ tinggi)
7.Kategori anak berkesulitan belajar ialah anak dengan ketidakberfungsian otak minimal.
  Berdasarkan kategori di atas, tunagrahita masuk dalam kategori cacat C. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri, 2006:103). Anak penyandang tunagrahita/cacat ganda adalah anak yang mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi / dalam kandungan atau masa bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh faktor organik biologis maupun faktor fungsional. Adakalanya disertai dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda. Menurut Moh. Amin anak tuna grahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan.
    Selain itu, penyandang tunagrahita juga mempunyai tingkatan berpikir yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Anak normal memiliki tingkatan berpikir dari konkrit, semi konkrit dan abstrak, sedangkan anak tunagrahita hanya mencapai pemikiran konkrit dan semi konkrit. Hal ini disebabkan karena keterlambatan perkembangan intelegensinya.
2.      Penyebab
Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.      Sebelum Lahir (prenatal)
     Pada periode prenatal atau sebelum kelahiran banyak faktor yang dapat menyebabkan tungrahita, diantaranya adalah kelainan pada kromosom 21, perkawinan sedarah, kehamilan yang tidak sehat dan garis keturunan.
2.      Ketika Lahir (natal)
Periode natal atau kelahiran juga menjadi penyebab kedua dari kecacatan. Faktor dalam kelahiran yang dapat menyebabkan kecacatan yaitu lahir prematur, prose persalinan yang tidak normal dan benturan keras pada kepala bayi.
3.      Sesudah lahir (postnatal)
Pada faktor postnatal atau setelah kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu penyakit anak-anak, kekurangan gizi, kecelakaan dan perawatan bayi yang tidak sehat
3.      Klasifikasi
Tunagrahita diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, diantaranya berdasarkan berat ringannya ketunaan dan didasarkan secara kelainan jasmani atau klinis. Pengelompokan anak tunagrahita berdasarkan berat ringannya ketunaan dikelompokkan menjadi:
1.        Tunagrahita ringan (Debil)
Ciri-cirinya:
a) Kondisi fisiknya tidak berbeda anak normal  lainnya
b)  Mempunyai IQ anatara kisaran 50 s/d 70
c)  Termasuk kelompok mampu didik artinya bisa didik (diajarkan membaca,  menulis, dan berhitung)
d)  Anak Tuna Grahita ringan bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 4 SD umumnya.
2.        Tunagrahita sedang (Imbesil)
Ciri-cirinya:
a)    Termasuk kelompok mampu latih
b)   Tampang/kondisi fisiknya sudah dapat dilihat tetapi ada sebagian anak tunagrahita ini mempunyai fisik normal
c)    Mempunyai IQ antara kisaran 30 s/d 50
d)   Biasa menyelasaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD umumnya.
3.        Tunagrahita berat (Idiot)
Ciri-cirinya :
a)    Sangat rendah intelegensinya sehingga tidak mampu menerima pendidikan secara akedemis
b)   Termasuk kelompok mampu rawat
c)    IQ mereka rata-rata 30 kebawah
d)   Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
Adapun pengelompokkan yang didasarkan secara kelainan jasmani yaitu klinis yang dinyatakan Astati (Wardani, dkk 2008 : 6.9) adalah sebagai berikut:
a)        Down syndrome (mongoloid)
Anak tunagrahita ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupau orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar dan susunan gigi kurang baik.
b)        Kretin (cebol)
Anak tunagrahita inii memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah, bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal serta pertumbuhan gigi terlambat.
c)        Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
d)        Mycrocephal
Anak ini memiliki ukuran kepala kecil.
e)        Macrocephal
Anak tunagrahira ini memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normalnya.
Pengelompokkan ini sangat diperlukan dan bermanfaat dalam rangka menyusun langkah-langkah yang dibutuhkan dalam menangani anak tunagrahita, baik dalam hal individu anak maupun sosial dan pendidikannya. Berdasarkan pengelompokkan ini, dapat diidentifikasi tingkatan ketidakmampuan anak yang dijelaskan dalam tabel di bawah.

 Semoga Bermanfaat :)

Sumber :
Anonim. (t. t.). Pengertian Tuna Grahita. [Online]. Tersedia: made688.wordpress.com. [2014]
Anonim. (t. t.). Tokoh dan Teori Belajar Jerome Bruner. [Online]. Tersedia: penembushayalan.wordpress.com. [15 April 2014]
Anonim. (2010). Teori Belajar Menurut Jerome Bruner. [Online]. Tersedia: tujuhkoto.wordpress.com. [18 April 2014]
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita Ringan (SMPLB-C). Jakarta.
Herdy. (2010). Kemampuan Pemampuan Matematis. [Online]. Tersedia: herdy07.wordpress.com. [17 April 2014]
Oriana. (2011). Faktor penyebab Anak Tunagrahita [Online]. Tersedia: oriana-plb2011.blogspot.com. [3 Juni 2014]
Rizki. (2013). Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Instrumental dan Relasional Siswa Smp. Skripsi UPI Bandung:Tidak diterbitkan.
Wiley, John & Sons. (2009). Helping Children Learn Matematics. United State: Courier/Kendaville.