Dibawah ini adalah kajian teori makalah dalam rangka pengerjaan tugas Kajian Masalah Pendidikan Matematika. Selamat Membaca..
A.
Teori
Belajar Bruner (Enactive, Iconic, Symbolic)
Bruner adalah seorang profesor psikologi di Harvard University
1952-1972 dan di Oxford University 1972-1980. la menghabiskan waktunya di New
York University School of Law dan New School For Social Research di New York
City. Lebih 45 tahun Bruner menekuni psikologi kognitif sebagai suatu
alternatif teori behavioristik dalam psikologi sejak pertengahan abad 20. Pendekatan
kognitif Bruner menjadikan reformasi pendidikan di Amerika Serikat dan juga di
Inggris. Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau
episode, yakni:
1.
Fase informasi
Fase informasi
adalah fase awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru dimana dalam
setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan
pengetahuan yang lama, baik berupa informasi yang memperdalam dan memperhalus
pengetahuan ataupun informasi yang bertentangan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki.
2.
Fase
transformasi
Fase
transformasi adalah fase memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk
hal-hal yang lain, sehingga dapat digunakan secara luas.
3.
Fase evaluasi
(pengkajian pengetahuan)
Fase evaluasi
(pengkajian pengetahuan) adalah fase dalam menilai informasi manakah yang dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain dan juga sebagai fase untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi benar atau salah.
Selain memperkenalkan fase proses belajar, Bruner juga membagi
proses belajar dalam tiga tahapan. Teori belajar bruner dikenal dengan tiga
tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu tahap enactive, iconic and symbolic.
Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal
peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan
kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental
tentang peristiwa yang dialaminya.
Hal tersebut adalah tahapan proses belajar menurut teori belajar
Bruner yang menjadi suatu model pembelajaran, yakni model enactive, iconic
and symbolic. Tahapan proses belajar tersebut adalah:
1.
Tahap enactive;
dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi
obyek-obyek secara langsung berupa benda-benda konkrit atau situasi nyata.
2.
Tahap iconic;
pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak
memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan
menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
3.
Tahap symbolic;
tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi
kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian iconic
ke penggunaan penyajian symbolic yang didasarkan pada sistem berpikir
abstrak dan lebihfleksibel.
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Serupa dengan
tahapan proses belajar yang dikemukakannya, menurut Bruner perkembangan
kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan,
yaitu enactive (0-2 tahun), iconic (2-4 tahun), dan symbolic
(5-7 tahun).
1.
Tahap enactive (0-2
tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak
menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan
dan sebagainya.
2. Tahap iconic (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam
memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komperasi)
3. Tahap symbolic
(5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika dan sebagainya.
Berdasarkan teori belajar Bruner
tersebut, muncul suatu model penyajian pembelajaran yang diadaptasi dari
tahapan fase belajar, yaitu model penyajian pembelajaran enactive, iconic and symbolic.
Selain
itu, Piaget, Bruner dan Dienes juga mengkarakteristikkan tingkat perkembangan
anak sedikit berbeda, tetapi secara keseluruhan, mereka mengajukan kerangka
yang sangat sama. Dari sebuah penelitian yang dilakukan secara mendalam dari
kerangka ini, dihasilkan empat observasi penting tentang bagaimana anak
belajar, yaitu:
1.
Karakteristik
yang bermacam-macam dan tahapan-tahapan yang dapat diidentifikasi itu ada dan
anak-anak akan melalui tahapan-tahapan tersebut tersebut saat mereka tumbuh dan
dewasa
2.
Pelajar secara
aktif terlibat langsung dalam proses belajar
3.
Pembelajaran
berjalan dari hal konkrit ke abstrak
4.
Pelajar
memerlukan kesempatan untuk menjelaskan atau mengkomunikasikan ide mereka
kepada orang lain.
Dengan demikian, perkembangan tahapan belajar anak adalah suatu hal
sangat penting untuk diperhatikan, karena akan menjadi dasar dalam pengembangan
proses pembelajarannya.
B. Kemampuan Pemahaman Matematis
Pemahaman merupakan terjemahan istilah understanding yang diartikan
sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut Michener
(Herdian, 2010:1) menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam
Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan
yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui:
1) objek itu sendiri; 2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; 3) relasinya
dengan objek lain yang tidak sejenis; 4) relasi-dual dengan objek lainnya yang
sejenis; 5) relasi dengan objek dalam teori lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa jenis pemahaman menurut beberapa
ahli, yaitu:
1.
Polya, membedakan empat
jenis pemahaman:
a. Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan sesuatu
secara rutin atau perhitungan sederhana.
b. Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana
dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.
c. Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu.
d. Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa
ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.
2.
Polattsek, membedakan
dua jenis pemahaman:
a. Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan
rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b. Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya
secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
3.
Copeland, membedakan
dua jenis pemahaman:
a. Knowing how to, yaitu dapat
mengerjakan sesuatu secara rutin/algoritmik.
b. Knowing, yaitu dapat
mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya.
4. Skemp, membedakan dua
jenis pemahaman:
a. Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat
menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara
algoritmik saja.
b. Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya
secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, paham diartikan sebagai benar (akan), tahu benar (akan); pemahaman
berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Pemahaman adalah
kemampuan kognitif setingkat di atas pengetahuan, dengan kata lain pengertian yang memadai tentang sesuatu, berbuat lebih daripada mengingat,
dapat menangkap suatu makna, dan menjelaskan makna atau ide pokok dengan
menggunakan yang telah dipahami sebelumnya. Sedangkan Pemahaman matemtis adalah salah satu kompetensi
matematika yang harus dimiliki oleh siswa setelah proses pembelajaran.
Pemahaman matematis merupakan salah satu kompetensi matematika yang penting dan
harus dimiliki oleh siswa.
C. Tunagrahita
1.
Pengertian
Pendidikan berhak
didapatkan oleh semua orang, termasuk anak berkebutuhan khusus atau ABK.
Penamaan ABK ini menandakan adanya
kelainan khusus yang memiliki
karakteristik berbeda antara satu dengan yang lainnya.
ABK
terdiri atas beberapa kategori (Somantri, 2006:65-193), yaitu:
1. Kategori cacat
A (tunanetra) ialah anak dengan gangguan penglihatan
2.Kategori cacat
B (tunawicara dan tunarungu) ialah anak dengan gangguan bicara dan gangguan
pendengaran. Kategori ini dijadikan satu karena biasanya antara gangguan bicara
dan gangguan pendengaran terjadi dalam satu keadaan
3.Kategori
cacat C (tunagrahita) ialah anak dengan gangguan intelegensi rendah atau
perkembangan kecerdasan yang terganggu
4.Kategori cacat
D (tunadaksa) ialah anak dengan gangguan pada tulang dan otot yang
mengakibatkan terganggunya fungsi motorik
5.Kategori cacat
tunalaras ialah anak dengan gangguan tingkah laku sosial yang menyimpang
6.Kategori anak
berbakat ialah anak dengan keunggulan dan kemampuan berlebih (IQ tinggi)
7.Kategori anak
berkesulitan belajar ialah anak dengan ketidakberfungsian otak minimal.
Berdasarkan kategori di atas, tunagrahita masuk dalam kategori
cacat C. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri, 2006:103). Anak
penyandang tunagrahita/cacat ganda adalah anak yang mengalami kelainan dalam
pertumbuhan dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak
bayi / dalam kandungan atau masa bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh faktor
organik biologis maupun faktor fungsional. Adakalanya disertai dengan cacat
fisik sehingga disebut cacat ganda. Menurut Moh. Amin anak tuna grahita adalah
anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dalam lingkungan.
Selain itu, penyandang tunagrahita juga mempunyai tingkatan
berpikir yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Anak normal memiliki
tingkatan berpikir dari konkrit, semi
konkrit dan abstrak, sedangkan anak tunagrahita hanya mencapai pemikiran
konkrit dan semi konkrit. Hal ini disebabkan karena keterlambatan perkembangan
intelegensinya.
2. Penyebab
Tunagrahita dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Sebelum Lahir (prenatal)
Pada periode prenatal atau
sebelum kelahiran banyak faktor yang dapat menyebabkan tungrahita, diantaranya
adalah kelainan pada kromosom 21, perkawinan sedarah, kehamilan yang tidak
sehat dan garis keturunan.
2. Ketika Lahir (natal)
Periode natal atau kelahiran juga menjadi penyebab kedua dari kecacatan.
Faktor dalam kelahiran yang dapat menyebabkan kecacatan yaitu lahir prematur,
prose persalinan yang tidak normal dan benturan keras pada kepala bayi.
3. Sesudah lahir (postnatal)
Pada faktor postnatal atau setelah kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu penyakit anak-anak, kekurangan gizi, kecelakaan dan perawatan bayi
yang tidak sehat
3. Klasifikasi
Tunagrahita diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, diantaranya
berdasarkan berat ringannya ketunaan dan didasarkan secara kelainan jasmani atau
klinis. Pengelompokan anak tunagrahita berdasarkan berat ringannya ketunaan
dikelompokkan menjadi:
1.
Tunagrahita ringan
(Debil)
Ciri-cirinya:
a) Kondisi fisiknya tidak berbeda anak normal lainnya
b) Mempunyai IQ anatara kisaran 50 s/d 70
c) Termasuk kelompok mampu didik artinya bisa didik (diajarkan membaca, menulis, dan berhitung)
d) Anak Tuna Grahita ringan bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 4 SD umumnya.
a) Kondisi fisiknya tidak berbeda anak normal lainnya
b) Mempunyai IQ anatara kisaran 50 s/d 70
c) Termasuk kelompok mampu didik artinya bisa didik (diajarkan membaca, menulis, dan berhitung)
d) Anak Tuna Grahita ringan bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 4 SD umumnya.
2.
Tunagrahita sedang
(Imbesil)
Ciri-cirinya:
a) Termasuk kelompok mampu latih
b) Tampang/kondisi fisiknya sudah dapat dilihat tetapi ada sebagian anak tunagrahita
ini mempunyai fisik normal
c) Mempunyai IQ antara kisaran 30 s/d 50
d) Biasa menyelasaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD umumnya.
3.
Tunagrahita berat
(Idiot)
Ciri-cirinya :
a) Sangat rendah intelegensinya sehingga tidak mampu menerima pendidikan
secara akedemis
b) Termasuk kelompok mampu rawat
c) IQ mereka rata-rata 30 kebawah
d) Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
Adapun pengelompokkan yang didasarkan secara kelainan jasmani yaitu klinis
yang dinyatakan Astati (Wardani, dkk 2008 : 6.9) adalah sebagai berikut:
a)
Down syndrome (mongoloid)
Anak tunagrahita ini
disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupau orang Mongol dengan mata
sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar
dan susunan gigi kurang baik.
b)
Kretin (cebol)
Anak tunagrahita inii
memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan
pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah,
bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal serta pertumbuhan gigi
terlambat.
c)
Hydrocephal
Anak ini memiliki
ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak
sempurna, mata kadang-kadang juling.
d)
Mycrocephal
Anak ini memiliki
ukuran kepala kecil.
e)
Macrocephal
Anak tunagrahira ini
memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normalnya.
Pengelompokkan ini sangat diperlukan dan bermanfaat dalam rangka menyusun
langkah-langkah yang dibutuhkan dalam menangani anak tunagrahita, baik dalam
hal individu anak maupun sosial dan pendidikannya. Berdasarkan pengelompokkan
ini, dapat diidentifikasi tingkatan ketidakmampuan anak yang dijelaskan dalam
tabel di bawah.
Semoga Bermanfaat :)
Sumber :
Anonim. (t. t.). Pengertian Tuna Grahita. [Online].
Tersedia: made688.wordpress.com. [2014]
Anonim. (t. t.). Tokoh dan Teori Belajar Jerome Bruner.
[Online]. Tersedia: penembushayalan.wordpress.com. [15 April 2014]
Anonim. (2010). Teori Belajar Menurut Jerome Bruner.
[Online]. Tersedia: tujuhkoto.wordpress.com. [18 April 2014]
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita
Ringan (SMPLB-C). Jakarta.
Herdy. (2010). Kemampuan Pemampuan Matematis. [Online].
Tersedia: herdy07.wordpress.com. [17 April 2014]
Oriana. (2011). Faktor penyebab Anak Tunagrahita [Online].
Tersedia: oriana-plb2011.blogspot.com. [3 Juni 2014]
Rizki. (2013). Pengaruh Strategi
Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman
Instrumental dan Relasional Siswa Smp. Skripsi UPI Bandung:Tidak
diterbitkan.
Wiley,
John & Sons. (2009). Helping Children Learn Matematics. United
State: Courier/Kendaville.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar